Sunday, February 24

Angan.


Angan ini terkubur dalam sebuah harap semu.
Berandai-andai namun tak kunjung tergapai.
Terburu-buru tapi malah melukiskan sendu
Terpadu dalam sebuah harmonisasi sunyi

Angan ini sudah melapuk
Sudah rapuh dimakan rayap
Angan ini juga sudah berkarat
Sudah berulang kali merasakan asinnya air hujan

Seandainya masih ada cahaya
Meskipun hanya seperti lembayung di senja hari
Ku akan menggantungkan semua mimpiku di sana.
Menaruh harap semua anganku

Namun, sayang… harapku hanyalah sebatas harapan yang sudah saatnya diakhiri.

Hey angin!
Bawalah terbang semua anganku
Aku benci ini
Semua hanya akan menuai sedu sedan


Aku pamit.

Di Balik Tumpukan Kertas


Aku merasakan ada yang berubah dalam dirimu saat bersamaku. Mungkin, caramu memperlakukanku tak sama lagi seperti dahulu. Hey tunggu. Jelaskan padaku apa sebenarnya salahku supaya aku bisa memperbaikinya.
Kulihat dari sikapmu, kurasa cintamu sudah mati untukku. Atau memang tak pernah hidup.
Sekarang apa yang harus kulakukan? Memohon padamu tuk bersikap lembut seperti dulu lagi? Atau… melepaskan kau terbang jauh dari hatiku?
Aku tak tahu.

Kehidupan ini ibarat tumpukan kertas-kertas. Saat kau telah menulis dalam satu halaman kertas, telah menyelesaikannya terkadang kau harus membuka kembali halaman yang baru. Menulis kembali halamannya sampai penuh. Dan tidak akan ada yang tahu, apa yang akan kau goreskan nantinya. Mungkinkah sesuatu yang indah, atau jauh dari indah… Ya, hanya kau yang mampu menuliskan segala ceritamu, tidak ada seorang pun yang bisa merebut pena itu dari tanganmu.

Saya Nindy. Sekian dan terimakasih.

Sepucuk Surat


Ayah.
Maafkan aku yang selama ini belum bisa menjadi anak yang baik. Maafkan aku terkadang aku sering kesal padamu. Maafkan aku, aku sering membantah nasihatmu…
Ayah.
Aku tahu alasanmu selalu melarangku pergi malam. Kau ingin menjagaku pasti. Ku paham itu. Kau tak mau aku mencicipi dunia malam yang gemerlap, karena kau takut aku akan menjadi sosok yang penuh dengan dosa. Aku tahu mengapa kau melarangku untuk mempunyai hubungan dekat dengan lelaki. Pasti karena kau tak kuasa menahan cemburumu yang amat sangat. Kau tak mau ada lelaki yang merebut gadis kecilmu, di saat yang kurang tepat ini.
Ayah.
Terima kasih untuk segala kebaikanmu padaku. Terimakasih untuk semua jerih payahmu membanting tulang demi keluarga ini. Aku menyayangimu sangat.
Ayah. Engkaulah yang terbaik.

Ibu.
Kau segalanya bagiku. Aku menyayangimu lebih dari apapun di dunia ini. Memang terkadang aku sering kesal padamu, karena hampir setiap hari kau memarahiku. Namun, aku sadar semua amarahmu beralaskan dan itulah yang terbaik untukku.
Ibu.
Maafkan aku, terlalu letihnya aku dengan segala aktivitasku terkadang aku malas membalas sms darimu. Ku pikir hanya sekedar menanyakan keadaanku, apakah aku sudah makan atau belum. Tapi aku tahu kau sangat menghawatirkanku. Memperhatikanku sampai setiap detail kebutuhanku.
Ibu.
Jika ku kembali memutar rekaman proses kelahiranku lima belas tahun silam, aku yakin aku akan menangis. Kau harus melahirkan seorang aku, yang kemudian tumbuh menjadi anak yang seperti  ini. Kau sangat kuat. Ya, kau wanita terkuat yang pernah aku kenal.
Ibu.
Kuucapkan terimakasih yang sangat teramat dalam kepadamu. Untuk seluruhnya. Untuk semuanya, dan untuk segalanya.
Ibu. Engkaulah yang terbaik.

Adik.
Hai adikku. Jauh di lubuk hatiku, aku sangat menyayangimu. Kau bonekaku, kau temanku, kau adikku. Maafkan aku, Dik aku pernah membuat kau terjatuh sehingga keningmu berlumuran darah. Aku jahat. Aku bodoh. Maafkan aku aku sering mengacuhkan semua ajakanmu, panggilanmu…
Dik.
Kau adikku satu-satunya. Adik perempuan yang sangat aku sayang.
Dik.
Terima kasih sudah mau menjadi penghiburku saatku sedih. Menjadi badut dalam hari-hariku.
Aku berjanji akan menjadi kakak yang baik bagimu.
Dik. Engkaulah yang terbaik.

Kalian semua memang bukan yang terhebat, tapi kalian semuanyalah yang terbaik. Selamanya, aku menyayangi keluarga ini.

Sekian dari aku. Aku pamit.

Sendiri, di sini.


Aku masih sendiri
Diam merenung di sini
Dalam gelak tawa yang sunyi
Tiada hati tuk pergi

Aku masih sendiri
Diam merenung di sini
Memaksa diri tuk berlari
Meninggalkan sang pelangi

Aku masih sendiri
Diam merenung di sini
Tanpa kata penuh arti
Jauhi nostalgia yang t’lah terpatri

Saturday, February 16

Separuh Jiwa...

Lelah hati ini mencari
Mencari keping demi keping kisah yang pernah terajut
Kisah berbalut asmara
Berpitakan kasih sayang...

Mungkinkah kutembus batas waktu ini
Menyihir diri tuk berada pada dimensi lain
Menghapus secercah rindu di kalbu
Mencabut kerikil dalam asa...

Kucoba menari di tengah badai
Berlari beralaskan ombak
Berputar dalam lingkup labirin
Agar aku bisa bertemu separuh jiwaku...

Tapi takdir berkata lain
Bahkan tuk menyentuh bayangmu saja aku tak sanggup
Inikah jalan yang harus kuterima?
Bermandikan sakit hati dan kepedihan?

Ingin ku berdiri di ambang batas cakrawala
Agar ku dapat mendaki langit biru
Menemuimu yang sudah sedari dulu di sana
Menyatukan lagi separuh jiwaku...

Untuk Seseorang

Hey kamu!
Sadarkah kamu, bila menunggumu itu serasa menunggu keringnya lautan?
Tahukah kamu, bila mengharapkan cintamu serasa mengharapkan hujan di tengah kemarau panjang?
Mengertikah kamu, bila memetik hatimu serasa memetik milyaran bintang di angkasa?

Tanpa peduli dingin menerkam
Panas mengutuk
Kelam menyelimuti
Aku tetap menantimu
Mengharapkan satu cinta
Yaitu kamu.

Aku berbicara pada angin, tuk sampaikan sayangku untukmu
Aku bernyanyi dalam hujan, tuk kirimkan rinduku untukmu
Aku berteriak, memohon, meminta pada alam, tuk sampaikan seluruh cintaku untukmu

Mungkin rasa tak berbalaskan rasa
Tapi biarlah...
Ku tetap menantimu
Sampai aku tak punya kesempatan...
Tuk menanti...

Kertas


"Aku hanyalah selembar kertas polos. 
Orang lain melihatku biasa.... 
Namun, di dasar kertas itu ada berbagai macam 
bekas goresan tinta yang sengaja ku hapus 
tuk menutupinya...
Tapi sekuat apapun ku menghapusnya, goresan tinta 
itu pernah ada...  
Pernah tercipta pada suatu kertas yang bernamakan 
kehidupan..."