Seperti
dihadapkan pada sebuah layar projektor. Mula-mula layar tampak hitam.
Kemudian seberkas cahaya muncul dari sebuah titik pusat layar dan menyebar
hingga memenuhi seluruh permukaan layar. Aku melihat dengan samar namun pasti peristiwa itu.
Peristiwa yang tak bisa kuingat namun akan selalu kuingat dalam memoriku. Peristiwa
15 tahun silam, tepatnya tanggal 26 Juni 1997 merupakan sebuah peristiwa yang
sangat bersejarah bagi kedua orang tuaku. Ya, itulah hari kelahiranku. Aku
menyaksikan operasi yang akan dijalani ibuku. Aku lihat dia sangat tegang.
Kulihat wajah ayahku di luar kamar operasi juga tampak tegang. Hari itu ibuku
akan berjuang mempertaruhkan nyawanya demi aku. Hanya demi diriku. Demi aku
bisa menatap indahnya sang mentari, mendengar merdunya kicauan burung-burung di
udara, mencium harumnya bunga-bunga di padang, merasakan dan menikmati karunia
Tuhan Yang Maha Kuasa atas hidup ini. Dengan peralatan medis yang beraneka
ragam, yang tak bisa ku sebutkan satu persatu, para dokter, dan beberapa
perawat lainnya mulai membedah perut ibu, setelah sebelumnya ibu dibius terlebih
dahulu. Namun, karena suatu kesalahan, entah siapa yang membuat, di tengah
proses operasi ibuku tersadar. Dengan perut yang masih menganga, dengan
percikan darah di sana sini, ibuku membuka mata. Seketika ibu teriak karena tak
kuasa menahan luar biasa sakit yang dialami tubuhnya. Dokter pun dengan dengan
sigap segera membius total ibuku.
Tuhan sungguh baik. Kuakui Dia sangatlah baik. Karena
Dia proses operasi persalinan ibu berjalan dengan lancar. Sehingga aku dan ibu
sama-sama selamat. Ibu memang tak mendengar tangisan pertamaku, karena saat aku
menghirup nafas pertamaku di dunia ini, obat bius masih bekerja dalam tubuh
ibu. Dari balik dinding persalinan ibu, kulihat ayah dengan tangisan bahagia
berdoa pada Tuhan. Bersyukur atas kelahiran putri pertamanya yang sudah
ditunggu-tunggu selama 4 tahun dari masa ayah dan ibu mengikat janji suci
pernikahan mereka di altar gereja.
Dan inilah aku, yang pada 15 tahun lalu berwujud
seorang bayi mungil, yang akhirnya dinamai oleh kedua orang tuaku dengan nama
“Anindyta Puspita Ningrum” yang berarti =
Anindyta = Singkatan dari kedua nama orang tuaku.
Puspita = bunga yang indah, lembut.
Ningrum = harum.
Dan ditariklah nama panggilan untukku oleh mereka,
yaitu “Nindy”. Nama yang selalu kusyukuri. Karena dibalik nama itu menyimpan
sebuah kenangan peristiwa. Peristiwa yang hanya sekali terjadi dalam hidupku.
Dan karena nama itu adalah nama pemberian dari dua orang yang dulu, sekarang,
dan sampai selamanya menjadi bagian terutama dan terpenting dalam hidupku. Dua
orang yang selalu ku sayangi. Dua orang yang selalu menjadi idolaku. Dua orang
yang selalu menjadi panutanku dalam aku menjalani hidup ini. Dua orang yang
selalu menjadi alasan aku tersenyum dan berjuang dalam hidup.
Dan sekarang, aku telah terlahir. Aku siap menerjunkan
diriku dalam sebuah dunia yang bernamakan kehidupan.
Aku akan berjuang.
Untuk diriku. Dan untuk mereka. Ayah dan ibuku.
No comments:
Post a Comment